"Kumpulan PUISI Cinta, Asa dan Harapan"
BEGITU
KHUSYUKNYA
Begitu khusyuk
kau lantunkan doa-doa itu
untuk hidup mulia dan berjaya
hingga aminnya, membuat
air mata tak terbendung
menderas melebihi tangis langit
disambut senyum bumi haus.
Bukan penyesalan dosa, air mata tercipta
Tapi hidup yang tak seperti langit biru bertabur bintang,
yang diadukan pada-Nya
Begitu khusyuknya
kau banting tulang-tulangmu
dalam karya mengejar cita-cita maya
Sekali dua kali tepat waktu mengingat-Nya
Lambat laun lima waktu terabaikan jua
saat cita kian tercipta.
Engkaupun tiba-tiba mengganti kekasih dalam hidupmu
Hingga nama-Nya tak lagi di hati
Dicampakkan di mushaf usang
yang kau taruh di atas lemari
Berdebu, lusuh tak pernah kau sentuh.
CINTA
Bukan
cinta ku beri nama
kekaguman
akan paras jelita.
Ialah
birahi yang meledak
menciptakan
pujian musrik di luar hak
Tidaklah
cinta kuberi nama,
kegilaan
akan harta dan tahta.
Ialah
candu yang memabukkan
menganggap
dingin pada api keabadian,
menganggap
kosong pada nikmat setelah mati.
‘tapi . . . .
tangis,
senyum, syukur dan
keyakinan
pada-Nya,
ialah
hakekat pada cinta
BISIKAN
SUARA
Mati saja kau . . . !
Untuk apa hidup dalam kalah
Penat . . .
terlaknat . . .
menyayat . . . .
Mati, mati, mati sajalah kau
Bersamaku bercumbu dalam hangat
api neraka.
( sebuah suara membisik di telingaku )
Jangan Nak . . . !
Bukankah kalah awal kemenagan,
Tak peduli kalah yang tak terhitung.
Bertaubat . . .
Bermunajat . . . .
Saat banyak jiwa mati dalam sunyi
Kau . . . pasti dapat
bersamaku menggapai cita mengecap
sejuknya surga.
Percayalah . . . !
( begitu suara lain mengetuk pintu kalbu )
DI
SAHUTMU
Di bening matamu
ingin ku pilih kepastian
satu permata di antara ribuan mutiara
gemerlap sama rupa, beda makna.
Ah, aku lelah mengeja
di kebodohanku mengeja sasmita.
Sementara di indah tuturmu
beribu kuntum mekar
merebak wangi seroja
Kekasih . . .
tahukah engkau
arti senyum yang ku pahat
?
Ialah panca warna cinta
membentuk prasasti.
Kekasih . . .
di sahutmu sekali lagi
ingin kutemukan buah hakikat
setelah bara api menyulut,
hingga pada keterpaksaan ku lantunkan syair
“ Adakah kau mencintaiku
?”
PADA
GURAT-GURAT CAHAYA
Pada gurat-gurat cahaya
ia hadirkan kasih-Nya.
Pada ombak laut selatan
alirkan cinta tak terhenti
Lewat tegur pada tiap dosa
ialah bukti sayang tak terbilang.
Pada nafas yang tetap mendesah
buktikan setia tak ternoda.
‘pun-pada angin yang menderu,
petir yang menggelegar
bumi yang tergoncang.
“Mengapa kita menghianati-Nya”
Comments
Post a Comment